Kamis, 12 Maret 2009

IKHTILATH

Bercampur baurnya laki-laki dan wanita yang bukan mahram.
Ikhtilath adalah pencampuran atau berdesak-desakan yang terjadi antara pria dan wanita. (Hanzah bin Abu Usaid Al Anshari)

hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam telah mengatakan kepada para wanita untuk berjalan dipinggir jalan ketika terjadi percampuran antara laki-laki dan wanita,
“Minggirlah kamu, karena sesungguhya kamu tidak berhak berjalan di tengah jalan , kamu wajib berjalandi pinggir jalan.” (Riwayat Abu Daud)
Perintah beliau ditujukan kepada para wanita yang berdesakan dengan para lelaki di jalan menunjukkan terlarangnya ikhtilath.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam juga mengatakan,
“Sungguh jika seorang laki-laki berdesakan dengan seekor babi yang berlumuran tanah dan lumpur lebih baik baginya daripada berdesak-desakan dengan pundak wanita yang tidak halal baginya”. (Riwayat ath-Thabrani)
Pun dengan sabdanya yang lain, “Sungguh jika kepada salah satu dari kalian ditusuk dengan besi lebih baik ketimbang menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (Riwayat ath-Thabrani)

Dalam Firman-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan,
“ Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannnya, dan memelihara kemaluannya’. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (An Nuur: 30)

Termasuk di dalam hal ini adalah berkhalwat (berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahram). Rasulullah telah memperingatkannya dalam sebuah hadits, “ Tidaklah seorang pria berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali orang ketiganya adalah setan “. (Riwayat at-Tirmidzi)

Berikut keadaaan-keadaan yang membolehkan ikhtilath ;

a. Wanita mendatangi seorang alim (ahli ilmu) untuk bertanya mengenai hukum syariat. Hal ini sebagaimana sebuah riwayat yang mengisahkan, Ada seorang Sahabiyyah Nabi mendatangi beliau dan menanyakan tentang darah istihadhah. (Riwayat al-Bukhari)

b. Wanita yang shalat (menjadi makmum) di belakang laki-laki dengan shaf tersendiri. Sahabat Anas mengatakan, “ Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam shalat di rumah Ummu Sulaim, maka aku dan seorang anak yatim berdiri di belakang beliau dan Ummu Sulaim di belakang kami.” (Riwayat al-Bukhari)

c. Dua pria shalih atau lebih menemui seorang wanita untuk hajat tertentu. Di dalam sebuah riwayat disebutkan Orang-orang Bani Hasyim menemui Asma binti ‘Umais (istri Abu Bakar). Kemudian Abu Bakar masuk ke rumah, maka Abu Bakar tidak menyukai dan mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam seraya mengatakan, “Aku tidak melihat sesuatu kebaikan.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda, “Setelah hariku ini janganlah sekali-kali seorang pria menemui seorang wanita yang ditinggal pergi suaminya kecuali bersamanya ada seorang atau dua orang laki-laki.” (Riwayat Muslim)

d. Seorang pria berdiri bersama seorang wanita di jalan yang biasanya dilewati orang banyak untuk menunaikan kebutuhan wanita tersebut. Hal ini didasarkan kepada sebuah kisah yang diungkapkan oleh Anas, “ Bahwa ada seorang wanita yang akalnya kurang genap berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam,” Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki keperluan denganmu. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda, “ Wahai Ummu Fulan, carilah jalan mana yang kamu sukai sehingga aku dapat memenuhi keperluanmu. Maka beliau dan wanita tersebut menyendiri diri sebuah jalan hingga wanita tersebut menyelesaikan keperluannya.” (Riwayat Muslim, Abu Daud).
“Perkataan ‘menyendiri’ yang terdapat di dalam hadits tersebut memiliki maksud, Rasulullah berdiri bersama wanita tersebut di jalan yang banyak dilewati orang, agar beliau dapat menunaikan keperluannya dalam keadaan sepi. Kondisi semacam ini tidaklah dikatakan sebagai bentuk ikhtilath dengan wanita asing (bukan mahram), karena hal ini terjadi di tempat yang orang-orang biasa lewat” seperti yang diungkapkan oleh Imam An Nawawi di dalam kitabnya, syarh Muslim.

e. Wanita mengucapkan Salam kepada pria. Sebuah riwayat yang bersumber dari Abu murrah (bekas budak Ummu Hani’ binti Abu Thalib) menuturkan bahwasanya dia mendengar Ummu Hani’ berkata, “Saya pergi menemui Rsulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pada tahun Fathu Makkah, maka saya mendapati beliau sedang mandi dan fathimah menutupinya dengan kain, lalu saya mengucapkan salam……..”(Riwayat Muslim, an-Nasai, Ahmad)

f. Seorang wanita yang mendatagi pria untuk suatu keperluan. Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits sebelumnya (point e).

g. Seorang pria mengucapkan salam kepada wanita. Sebuah riwayat yang berasal dari Sahl mengatakan, “Maka apabila kami telah selesai shalat Jum’at, kami pulang dan mampir ke rumah seorang wanita tua kemudian kami mengucapkan salam kepadanya……” (Riwayat al-Bukhari)
Itulah kondisi-kondisi yang bisa dikategorikan bukan sebagai bentuk ikhtilath. Namun, seperti diterangkan sebelumnya apabila hal-hal tersebut dilakukan sehingga menimbulkan kerusakan dan fitnah maka tidak boleh dilakukan. Sebaliknya, apabila aman dari fitnah dan mafsadah maka boleh dilakukan.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan taufiq dan inayah-Nya kepada kita sehingga kita mampu menapaki jalan kebenaran dan menjauhkan diri dari setiap larangan-Nya. Amin ( Abine Azzam)


Sumber :
Rubrik Islamika hal 25-27, Majalah Elfata volume 06 tahun 2006.

0 komentar:

CHAT BOX